Buku Sosial Politik - Kerumpangan dan Banalitas Politik
Penulis : Mukhtar
Sarman
Kategori : Buku Referensi
Bidang Ilmu : Buku Sosial Politik
Buku Sosial Politik - Kerumpangan dan Banalitas Politik | Buku karya Mukhtar Sarman ini terdiri dari tujuh bab. Bab 1
membahas tentang melacak tindakan para agen berdemokrasi. Bab 2 membahas
tentang tapak sejarah system pemilihan kepala daerah. Bab 3 membahas kontestasi
politik di ranah local. Bab 4 membas pilkada langsung 2005. Bab 5 membahas
pilkada langsung 2010. Bab 6 membahas dialetika pelembagaan kontestasi. Pada
bab 7 penulis menarik kesimpulan dan pertanggungjawaban.
Banalitas dimaksud bukan hanya melibatkan para kandidat atau
kontestan, tetapi juga elit partai politik pendukungnya, dan dalam kasus
tertentu juga lembaga penyelenggara kontestasi politik tersebut. Banalitas
dalam konteks politik diyakini berwatak sistemik, ditandai oleh bekerjanya
struktur kekuasaan yang monopolistik, serta perilaku yang koruptif, dan
keterkaitan antara keduanya tidak dipedulikan.
Gejala politik uang diakui telah menjadi elemen yang
menentukan dalam praktik politik di Indonesia selama era transisi demokrasi.
Pokok masalah yang penting untuk digarisbawahi disini adalah bahwa banalitas
menyangkut keterkaitan antar berbagai hal. Dalam telaah Kitschelt dan
Wilkinson, patronase dan klientelisme dipakai dalam konteks pemberian barang
atau bantuan lainnya yang dipertukarkan dalam hubungan politik. Banalitas
politik terkait erat dengan konteks perpolitikan untuk mendapatkan dukungan
politik.
Dalam rangka merumuskan secara spesifik pertanyaan
penelitian, ada beberapa catatan kritis yang menjadi dasar pijakan proposisi
penelitian. Pertama, dalam penyelenggaraan Pilkada Langsung, komitmen moral
politik para kontestan sangatlah longgar. Kedua, banalitas politik terutama
menyangkut moralitas kolektif. Manakala hal itu diabaikan, maka kerusakan
sistem politik menjadi hal yang sistemik dan bersifat laten. Ketiga, isu
sentral dari persoalan banalitas di balik penyelenggaraan Pilkada Langsung
adalah ketidaksiapan menjalankan kontestasi politik secara jujur dan akuntabel.
Oleh karena itu sesungguhnya ia merupakan sebuah anomali,
apabila praktik politik uang tersebut terjadi pada lingkungan masyarakat yang
agamis. Jika dalam masyarakat yang agamis praktik politik uang itu bisa
terjadi, meskipun hanya dalam lingkungan komunitas tertentu, maka patut
dipertanyakan: mengapa dalam masyarakat yang agamis praktik politik uang itu
bisa diterima sebagai tindakan yang dianggap tidak menyalahi norma sosial?
Dalam buku Sosial Politik ini, penulis ingin menjelaskan
mengapa demokratisasi di Indonesia, khususnya dalam konteks penyelenggaraan
sistem Pilkada Langsung, terjebak dalam banalitas, yang akhirnya mengakibatkan
kontestasi politik di ranah lokal tersebut cenderung memperagakan kerumpangan.
Ketika dibangun mekanisme kontestasi politik, tersirat ada skenario
demokratisasi yang diam-diam rupanya diyakini oleh perancang kontestasi
akan bergulir dengan sendirinya. Penelitian ini membuktikan bahwa hal itu
ternyata tidak terwujud sebagaimana yang diharapkan.
Komentar
Posting Komentar